ONLINENASIONAL.COM, JAKARTA - Utusan Israel untuk PBB, Gilad Erdan, mengatakan Tel Aviv akan menolak visa bagi para pejabat PBB. Ancaman itu dikeluarkan seiring semakin mendalamnya perselisihan negara itu dengan PBB terkait pidato Sekretari Jenderal (Sekjen) PBB di Dewan Keamanan.
Sebelumnya, Sekjen PBB Antonio Guterres secara tidak langsung mengkritik Israel yang memerintahkan evakuasi warga sipil dari utara ke selatan Jalur Gaza. Dia juga mengatakan serangan Hamas terhadap Israel pada tanggal 7 Oktober tidak terjadi “dalam ruang hampa” karena Palestina telah menjadi sasaran pendudukan yang menyesakkan selama 56 tahun.
Banyak negara menyambut baik pendekatan sangat seimbang Guterres. Namun, Israel “marah” dan para pejabatnya meminta Sekjen PBB untuk mengundurkan diri.
Menteri Luar Negeri Israel Eli Cohen, yang hadir dalam debat tersebut, sangat kecewa, sehingga dia membatalkan pertemuan dengan sekretaris jenderal yang seharusnya diadakan pada Selasa sore.
“Karena ucapannya (Guterres), kami akan menolak mengeluarkan visa kepada perwakilan PBB,” kata Erdan kepada Radio Angkatan Darat Israel.
“Kami telah menolak visa untuk Wakil Sekretaris Jenderal Urusan Kemanusiaan Martin Griffiths. Waktunya telah tiba untuk memberi mereka pelajaran,” imbuhnya seperti dikutip dari Al Jazeera, Rabu (25/10/2023).
Erdan mengatakan di X, sebelumnya Twitter, bahwa Sekjen PBB telah menyatakan pemahamannya terhadap terorisme dan pembunuhan melalui pidato ini.
Guterres kemudian mengunggah cuplikan pidatonya di X dalam upaya untuk menunjukkan bahwa dia juga telah mengkritik Hamas dan Israel atas krisis di Gaza.
“Keluhan rakyat Palestina tidak bisa menjadi pembenaran atas serangan mengerikan yang dilakukan Hamas. Serangan-serangan mengerikan itu tidak bisa membenarkan hukuman kolektif terhadap rakyat Palestina,” tulisnya.
Kementerian Luar Negeri Palestina mengecam seruan Israel agar Sekretaris Jenderal PBB mengundurkan diri, dan menggambarkannya sebagai serangan yang tidak beralasan.
Dalam postingan di X, Kementerian Palestina menggambarkan posisi Israel sebagai perpanjangan dari rasa tidak hormat dan kurangnya komitmen terhadap PBB, piagam, dan resolusi mengenai Palestina.
Sekjen PBB Tepis Tudingan Israel Benarkan Serangan Hamas
Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB Antonio Guterres terlibat perselisihan sengit dengan Israel terkait pernyataannya. Guterres mengaku terkejut bahwa pemerintah Israel telah salah mengartikan pernyataan yang dia sampaikan kepada PBB yang menyatakan bahwa dia membenarkan serangan Hamas terhadap Israel pada tanggal 7 Oktober.
Israel sangat marah karena Guterres mengatakan bahwa serangan Hamas tidak bisa dilihat dalam ruang hampa, namun terjadi setelah pendudukan selama beberapa dekade.
“Penting juga untuk menyadari bahwa serangan Hamas tidak terjadi dalam ruang hampa. Rakyat Palestina telah menjadi sasaran pendudukan yang menyesakkan selama 56 tahun,” kata pria Portugal itu kepada Dewan Keamanan PBB, Selasa atau Rabu kemarin.
Guterres juga menuduh Israel jelas-jelas melakukan pelanggaran terhadap hukum kemanusiaan di Jalur Gaza, dan bersikeras bahwa gencatan senjata kemanusiaan adalah hal yang penting, sebuah posisi yang hampir diterima oleh Amerika Serikat (AS) meskipun mereka tidak menggunakan istilah gencatan senjata, melainkan “jeda kemanusiaan”.
Tanpa menyebut nama Israel, Guterres yang tampak marah membuat pernyataan pers di New York mengingat bahwa dalam pidatonya pada hari Selasa, ia secara khusus mengatakan bahwa keluhan Palestina tidak dapat membenarkan serangan mengerikan yang dilakukan Hamas.
“Saya terkejut dengan kesalahpahaman dalam beberapa pernyataan saya… seolah-olah saya membenarkan tindakan teror yang dilakukan Hamas. Ini salah. Yang terjadi justru sebaliknya,” ucap Guterres, menyangkal tudingan Israel dan bersikeras bahwa perlu menegakkan kembali kebenaran seperti dikutip dari The Guardian, Kamis (26/10/2023).
Dalam pernyataannya pada hari Rabu, Guterres menunjukkan bahwa dalam pidatonya dia menyatakan: “Tetapi keluhan rakyat Palestina tidak dapat membenarkan serangan mengerikan yang dilakukan Hamas. Dan serangan-serangan mengerikan itu tidak bisa membenarkan hukuman kolektif terhadap rakyat Palestina.”
Erdogan: Hamas Bukan Teroris, Mereka Pejuang Pembebasan
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, dalam komentar terkuatnya mengenai konflik Gaza, mengatakan kelompok perlawanan Palestina; Hamas, bukanlah organisasi teroris.
Menurutnya, mereka kelompok pejuang pembebasan yang berjuang untuk melindungi tanah dan rakyat Palestina.
Berbicara kepada anggota Parlemen dari Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang berkuasa, Erdogan juga menyerukan gencatan senjata segera antara pasukan Israel dan Hamas.
Dia mengatakan negara-negara Muslim harus bertindak bersama untuk menjamin perdamaian abadi di wilayah tersebut.
“Hamas bukanlah organisasi teroris, ini adalah kelompok pembebasan, ‘mujahidin [para pejuang]’ yang melakukan pertempuran untuk melindungi tanah dan rakyatnya,” kata Erdogan, seperti dikutip Reuters, Kamis (26/10/2023).
Erdogan mengecam negara-negara Barat yang menyuarakan dukungan terhadap pembalasan Israel terhadap Hamas, dengan mengatakan, “Air mata Barat yang ditumpahkan untuk Israel adalah manifestasi penipuan.”
Banyak sekutu Turki di NATO yang menganggap Hamas sebagai kelompok teroris, dan komentar Erdogan mendapat kecaman langsung dari Wakil Perdana Menteri Italia Matteo Salvini, yang mengatakan; "Tindakan tersebut sangat buruk dan menjijikkan serta tidak membantu deeskalasi.”
“Saya akan mengusulkan kepada rekan saya (Menteri Luar Negeri Antonio) Tajani untuk mengirimkan protes resmi dan memanggil Duta Besar Turki,” kata Salvini dalam sebuah catatan.
Turki mengutuk kematian warga sipil akibat serangan Hamas pada 7 Oktober di Israel selatan, namun juga mendesak Israel untuk bereaksi dengan cara yang terkendali.
Sejak saat itu, Ankara mengutuk keras pengeboman besar-besaran yang dilakukan Israel terhadap Gaza, wilayah kantong Palestina yang dikendalikan oleh Hamas.
Turki menawarkan diri untuk menengahi konflik tersebut dan mengirimkan beberapa pengiriman bantuan kemanusiaan.
Erdogan menuduh Israel memanfaatkan niat baik Turki. Turki sebelumnya berupaya memperbaiki hubungan yang telah lama tegang dengan Israel dan Erdogan mengatakan dia kini telah membatalkan rencana perjalanan ke Israel karena peristiwa di Gaza.
Turki, yang menjadi tuan rumah bagi anggota Hamas di wilayahnya, mendukung solusi dua negara terhadap konflik Israel-Palestina yang telah berlangsung puluhan tahun.***
(sumber : westjavatoday.com)