ONLINENASIONAL.COM, BANDUNG - Tujuh tersangka pengedar obat keras terjaring dari hasil operasi Satuan Reserse (Satres) Narkoba Polresta Bandung. Pengedaran obat-obatan keras tanpa izin ini dari berbagai wilayah di Kabupaten Bandung. Barang bukti sebnyak 53.500 butir obat keras turut diamankan.
Ketujuh tersangka tersebut masing-masing berinisial AA (27), KW (25), EP (27), RG (25), JA (43), AT (28) dan MA (23). Mereka diamankan di daerah Pangalengan, Arjasari, Cileunyi, Kerasari, Ciwidey, dan Pameungpeuk pada 14 Agustus 2023 sampai 20 Agustus 2023.
"Selama satu pekan terakhir, Satnarkoba Polresta Bandung melaksanakan kegiatan penindakan terhadap obat-obat keras terlarang, karena ini dijual bebas," kata Kepala Polresta Bandung Kombes Pol Kusworo Wibowo di Soreang, Senin 21 Agustus 2023.
Dari para tersangka, dia menyebutkan total ada 53.500 butir obat keras yang diamankan. Obat keras itu terdiri atas obat jenis hexymer sebanyak 12.000 butir, tramadol sebanyak 21.000 butir, dextrometorphane sebanyak 5.000 butir, dan trihexypenidil sebanyak 15.500 butir.
"Pelaku dikenakan dengan Pasal 196 dan Pasal 197 UU Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, sesuai dengan perannya masing-masing. Dengan ancaman hukuman pidana penjara 10-15 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar sampai 1,5 miliar," kata Kusworo.
Menurut dia, pekerjaan para tersangka bervariasi, di antaranya ialah buruh perkebunan, buruh perusahaan, dan buruh katering. Adapun target dari peredaran obat keras yang dilakukan oleh para tersangka ialah masyarakat berusia remaja hingga dewasa.
"Modus penjualannya ada yang menggunakan warung tisu (buat menjual obat-obatan keras), ada juga yang menggunakan tas pinggang. Jadi di balik tas pinggang itu tersangka ini langsung bertransaksi, uang masuk lalu obat keluar," kata Kusworo.
Dia meminta kepada masyarakat yang mengetahui informasi berkaitan penjualan obat-obatan keras tanpa izin untuk melaporkannya ke kepolisian melalui hotline 110, atau dengan cara menautkan akun Instagram @polrestabandung.
Kusworo juga mengimbau kepada masyarakat agar jangan sekali-kali mengonsumsi obat-obatan keras tanpa izin, karena dapat mengakibatkan kerusakan syaraf hingga kematian. Bagi yang sudah mengonsumsinya, diimbu untuk melakukan rehabilitasi.
"Efek sampingnya terutama ini akan merusak syaraf dan mengakibatkan ketergantungan, sehingga dianjurkan jangan sekali-kali mengonsumsi. Yang sudah terlanjur mengonsumsi, bulatkan tekad untuk berhenti. Bila perlu, minta rehabilitasi untuk berhenti," katanya.
Para pelaku, lanjut Kusworo, dikenakan pasal 196 dan 197 Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009.
"Jadi sesuai dengan perannya masing-masing, ancaman hukuman pidana penjara 10 sampai 15 tahun penjara, dan denda paling banyak Rp 1 miliar hingga Rp 1,5 miliar," pungkasnya.***
(sumber : westjavatoday.com)