ONLINENASIONAL.COM, JAKARTA - Fenomena El Nino yang terjadi tahun ini berpotensi mengakibatkan bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang lebih besar dibandingkan sebelumnya.
Hal tersebut disampaikan Koordinator Laboratorium Pengelolaan Teknologi Modifikasi Cuaca Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Budi Harsoyo dalam keterangannya, dikutip Sabtu (12/8/2023).
Salah satu upaya andalan dalam pengendalian karhutla di Indonesia selama beberapa tahun terakhir adalah operasi teknologi modifikasi cuaca.
“Sejak April, operasi teknologi modifikasi cuaca tahun ini dilakukan secara simultan di sejumlah provinsi rawan bencana karhutla, baik untuk tujuan pembasahan lahan gambut maupun memadamkan karhutla,” kata Budi.
Pemerintah mengatakan, sejauh ini ada tujuh provinsi yang telah menyatakan status siaga darurat terhadap karhutla.
Ketujuh provinsi tersebut adalah Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan.
Operasi teknologi modifikasi cuaca untuk mendukung upaya penanggulangan karhutla tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Karhutla.
BRIN bekerja sama dengan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) melakukan upaya pembasahan lahan gambut di Indonesia. Saat ini operasi dilakukan di wilayah Kalimantan Tengah.
Pada awal Agustus 2023, fenomena El Nino yang semakin menguat dengan Indeks bernilai +1,04 menyebabkan kondisi cuaca relatif kering. Kondisi itu berpotensi meningkatkan kemunculan titik panas yang menjadi asal bencana karhutla.
Pada Juli 2023, muncul setidaknya 121 titik panas dengan tingkat kepercayaan menengah hingga tinggi di atas 50 persen di Kalimantan Tengah.
Laporan tersebut berdasarkan data sebaran titik panas yang tertangkap satelit NASA-MODIS yang dipublikasikan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam situs SIPONGI.
Menurut pantauan Sistem Pemantau Air Lahan Gambut (Sipalaga) yang dipublikasikan BRGM, ada tujuh stasiun pemantauan tinggi muka air lahan gambut yang saat ini masih terhubung secara daring menunjukkan status rawan.
Itu artinya, sebagian besar lahan gambut yang ada di Kalimantan Tengah sudah mengering dan ketinggian air dalam tanah sudah lebih rendah dari 40 cm di bawah permukaan tanah.
Kepala Balai Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) Wilayah Kalimantan Yudho Sakti Mustika berharap operasi teknologi modifikasi cuaca bisa mengurangi jumlah karhurla di Kalimantan Tengah.
“Ada banyak titik panas yang harus terus dipantau mengingat area yang sulit dijangkau oleh tim darat,” papar Yudho.
“Semoga dengan adanya teknologi modifikasi cuaca dapat membuahkan hasil yang optimal, sehingga karhutla dapat terkendali dengan baik,” imbuhnya.***