ONLINENASIONAL.COM, JAKARTA - Tim penasihat hukum Ferdy Sambo menilai bahwa replik yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) semata-mata lahir dari rasa frustrasi. Hal tersebut diungkapkan penasihat hukum Sambo, Arman Hanis dalam sidang pembunuhan berencana yang menewaskan Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) dengan agenda duplik, Selasa (31/1/2023).
Bahkan replik tersebut dianggap tidak menjawab secara yuridis nota pembelaan dari tim penasihat hukum. Hal itu disampaikan pengacara Sambo, Arman Hanis dalam sidang pembacaan duplik hari ini, Selasa (31/1/2023). Arman juga menyebut Jaksa secara serampangan menyampaikan tuduhan kosong bahwa tim penasihat hukum tidak profesional.
“(Juga menuduh pengacara) gagal fokus mempertahankan kebohongan terdakwa Ferdy Sambo, memberikan masukan agar menjadi tidak terang perkara. Membuat dalil tidak berdasar, menjerumuskan Ferdy Sambo. Penuntut umum seakan malah menyerang kedudukan profesi advokat,” ucapnya.
Arman mengatakan, tuduhan yang mencederai profesi penegak hukum tersebut tidak menyurutkan semangat tim penasihat hukum Ferdy Sambo untuk menyajikan pembelaan berdasarkan fakta-fakta persidangan. Tanggapan penuntut umum terasa sangat menggelikan sekaligus menyedihkan karena dilandasi argumentasi yang bersifat halusinasi.
"Namun, tim penasihat hukum mencoba memahami bahwa replik tersebut tampaknya lahir semata-mata dari rasa frustasi penuntut umum. Penuntut umum terlihat frustasi karena semua dalil tuntutannya terbantahkan dan sialnya lagi, di saat bersamaan tidak mempunyai bukti dan dalil yang cukup untuk menutupinya," ucapnya.
Menurut Sambo, Jaksa hanya melakukan racauan atau semata-mata demi memenuhi syarat adanya tanggapan atas pleidoi. Maka itu, sepatutnya penuntut umum memeriksa dengan baik dan teliti setiap keterangan saksi-saksi, para ahli, dan terdakwa Ferdy Sambo selama persidangan agar dapat secara utuh menilai kesesuaian fakta-fakta persidangan.
Arman Hanis menambahkan, sangat disayangkan replik penuntut umum malah terus terjebak pada kerangka imajinatif, yang bisa jadi turut menyesatkan proses peradilan, masyarakat, dan menjauhkan peradilan ini dari semangat imparsial serta objektif.
"Rasa frustasi sepertinya turut menyebabkan penuntut umum gagal memahami konsep dan sistem bekerjanya peradilan pidana, yang melibatkan tiga pilar penegak hukum yang setara, yaitu penuntut umum, penasihat hukum, dan majelis hakim," kata pengacara Sambo.***