ONLINENASIONAL.COM, GORONTALO - Kehidupan suku Polahi di Gorontalo terkenal masih primitif dan sangat tertutup. Mereka diketahui saling kawin mawin dalam satu keluarga alias Incest.
Suku Polahi merupakan kelompok masyarakat yang berdiam di salah satu wilayah di Gorontalo. Masyarakat Polahi merupakan suku terdalam asli dari Gorontalo yang tidak mengalami revolusi.
Masyarakat suku Polahi menggunakan bahasa asli Gorontalo zaman dahulu. Mereka juga menggunakan bahasa tubuh yang hanya dimengerti oleh suku mereka.
Masyarakat suku Polahi berdiam di gunung dan tidak menerima pendatang. Sehingga untuk mengunjungi masyarakat dari suku Polahi harus menggunakan pemandu yang sudah diterima oleh mereka.
"Mereka (masyarakat suku Polahi) tidak serta merta menerima orang asing. Karena bagi mereka orang asing itu adalah orang yang membahayakan. Jadi kalau ingin menemui mereka kita harus menggunakan guide (pemandu) yang memang mereka kenal," jelas Antropolog dari Universitas Negeri Gorontalo (UNG) Yowan Tamu.
Sejarah Suku Polahi
Yowan menjelaskan suku Polahi awalnya masyarakat biasa yang tinggal di Gorontalo. Namun, pada masa penjajahan masyarakat Polahi melarikan diri jauh ke dalam hutan karena menolak dijajah dan membayar pajak.
Dosen Antropologi ini mengatakan masyarakat suku Polahi sudah mengasingkan diri sejak masa pemerintahan Raja Eyato, tahun 1673 hingga 1679 masehi. Mereka lalu menciptakan peradaban sendiri yang kemudian terlanjur hidup dalam kondisi terisolasi.
"Jadi pada dasarnya mereka adalah orang-orang yang tidak menginginkan hidup dalam kungkungan dari penjajahan. Makanya mereka lari mengasingkan diri. Akhirnya seperti itukan mereka karena sudah mengasingkan diri," jelas Yowan.
Yowan mengatakan dari hasil beberapa pengamatan, hingga kini suku Polahi masih hidup terisolasi dengan keadaan primitif. Menurutnya, suku Polahi hidup dengan mengkonsumsi isi hutan baik itu daun kering, daun hijau hingga hewan yang tersedia di sekeliling mereka.
"Mereka makan makanan dalam hutan. Mau daun-daun kering, daun-daun yang hijau, mereka makan. Karena mereka tidak memiliki beras, bahkan mereka memasak masih menggunakan rotan. Mereka memakan binatang-binatang yang mereka dapat di sekitar mereka," tuturnya.
Sumber : detik.com