Notification

×

Iklan

Iklan

Kebijakan Pengalihan Subsidi BBM untuk Perlindungan Sosial Dinilai Tepat

Tuesday 6 September 2022 | September 06, 2022 WIB Last Updated 2022-09-06T09:02:57Z

ONLINENASIONAL.COM, JAKARTA - Ekonom senior Faisal Basri menilai kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi harus bisa dipahami dengan baik. Menurutnya, penyesuaian harga minyak merupakan fenomena global.


Dalam diskusi bertajuk 'Subsidi Untuk Siapa? Menelaah Efektivitas Penggunaan Uang Rakyat' akhir pekan lalu, Faisal menjabarkan hampir semua negara, termasuk produsen besar seperti Arab Saudi, sudah menaikkan harga BBM.

"Harga di Indonesia lebih murah dibandingkan produsen utama minyak, Arab Saudi," kata Faisal dikutip dalam keterangan tertulis, Selasa (6/9/2022).


Faisal menuturkan saat ini fokus utama mesti diarahkan untuk memitigasi dampak potensi meningkatnya inflasi serta mengurangi tekanan pada masyarakat yang rentan secara ekonomi.

"Gunakan semua instrumen untuk meringankan beban rakyat," ungkap Faisal.


Dalam teori ekonomi, ulas Faisal, salah satu tujuan dari kebijakan subsidi adalah redistribusi, agar distribusi pendapatan menjadi lebih merata. Dengan menetapkan harga lebih murah, barang yang disubsidi menjadi dapat dijangkau oleh masyarakat yang miskin sekalipun.

"Subsidi BBM tampak tidak sejalan dengan tujuan tersebut karena ternyata orang miskin sedikit menggunakan BBM dari pada orang kaya. Sementara itu, subsidi BBM membutuhkan anggaran sangat besar," sebut Faisal.

Saat mengumumkan kenaikan harga BBM, Sabtu (3/9) Presiden Jokowi mengatakan pengalihan subsidi energi lebih dari 70% subsidi BBM selama ini justru dinikmati oleh kelompok masyarakat yang mampu yaitu pemilik mobil-mobil pribadi.

"Mestinya uang negara itu harus diprioritaskan untuk memberikan subsidi kepada masyarakat yang kurang mampu," tegas Jokowi.

Pemerintah melihat urgensi untuk memperkuat program perlindungan sosial kepada masyarakat tak mampu di tengah turbulensi geopolitik dunia saat ini semakin tinggi.

Kepala Badan Intelijen Negara (Kabin) Jenderal Pol (P) Budi Gunawan beberapa waktu lalu memaparkan, atas pertimbangan stabilitas dan ketahanan ekonomi, langkah mempertajam subsidi kepada kelompok paling rentan sangat urgen dan harus menjadi prioritas.

"Data analisis intelijen ekonomi menunjukkan situasi global saat ini akan terus memberikan tekanan ekonomi ke seluruh negara, dan dampaknya terutama akan sangat terasa di kalangan yang rentan secara ekonomi," jelas Budi Gunawan.

Budi Gunawan menyampaikan kenaikan harga pangan dan kebutuhan dasar sehari-hari lainnya dengan mudah menjadikan masyarakat menengah bawah semakin turun ke level kemiskinan akut dan bahkan absolut. Atas pertimbangan itulah pemerintah memutuskan untuk mengalihkan sebagian subsidi energi yang kurang efektif.

"Negara harus hadir memberikan perlindungan efektif. Ini yang melatarbelakangi keputusan pengalihan subsidi ini, agar fokus ke kelompok yang paling membutuhkan," cetus Budi Gunawan.

Adapun penajaman perlindungan sosial antara lain berupa tambahan dana bantalan sosial Rp24,17 triliun yang dalam kalkulasi Pemerintah masih di atas beban yang akan muncul akibat penyesuaian harga BBM.

"Dengan adanya bansos Rp 24,17 triliun, kita harapkan bisa mengurangi beban 40% masyarakat terbawah dalam menghadapi tekanan akibat inflasi maupun kenaikan Pertalite dan Solar ini. Oleh karena itu, jumlah kompensasinya dibuat jauh lebih besar dari estimasi beban yang mereka akan hadapi. Yaitu tadi estimasi Rp 8,1 triliun, kita memberikan Rp 24,17 triliun," papar Menteri Keuangan Sri Mulyani.

"Kenaikan dari bantuan sosial sebanyak Rp 24,17 triliun yang tadi mengcover 20,65 juta keluarga atau kelompok penerima, ini diperkirakan mencapai 30% keluarga termiskin di Indonesia," imbuhnya.

Adapun alokasi bansos Rp24,17 triliun ini diperuntukkan bagi 20,65 juta keluarga tidak mampu yang masing-masing akan mendapatkan BLT (bantuan langsung tunai) untuk empat bulan dengan total Rp 12,4 triliun, bantuan subsidi upah (BSU) bagi 16 juta pekerja dengan total Rp 9,6 triliun, serta total Rp 2,17 triliun yang berasal dari dana alokasi umum dan dana bagi hasil (DAU dan DBH) pemerintah daerah untuk subsidi transportasi angkutan umum, ojek online, dan nelayan.

Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno menilai kebijakan pemerintah mengalihkan anggaran subsidi BBM menjadi bansos tambahan untuk masyarakat tidak mampu sudah tepat. Bansos tambahan diharapkan dapat menjaga daya beli masyarakat.

"Sebaiknya mekanisme pemberian subsidi memang dialihkan dari produk ke penerima. Bansos ini salah satu bentuknya, agar pemberian subsidi diberikan kepada yang butuh dan berhak," tutur Eddy.

Dalam pandangan pakar dan pengamat, memperbaiki mekanisme penyaluran bantuan sosial menjadi isu paling mendesak pasca-kebijakan pengalihan subsidi BBM. Hasil kajian Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia (AAKI) menyebut pemerintah perlu segera menyempurnakan mekanisme pengkinian DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) serta data Registrasi Sosial Ekonomi secara cepat dan akurat agar tersedia data lengkap tentang masyarakat miskin, masyarakat yang jatuh di bawah garis kemiskinan (miskin baru), serta miskin ekstrem.

"Hal ini sangat mendesak dan kritikal karena terkait dengan akurasi jangkauan kebijakan afirmasi terhadap kelompok target," tulis rilis AAKI yang ditandatangani Ketua Umum AAKI Dr. Ing. Totok Hari Wibowo dan Wakil Ketua Dr. Marcelino Pandin.

Sumber : detik.com

×
Berita Terbaru Update