ONLINENASIONAL.COM, JAKARTA - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai food estate di Kalimantan Tengah yang terbengkalai menambah daftar panjang cerita kegagalan proyek lumbung pangan pemerintah Joko Widodo.
Pasalnya, program food estate secara historis, sejak masa Presiden Soeharto, tak pernah mendulang cerita sukses. Dengan begitu, menurut Walhi, kegagalan lumbung pangan di Kalteng itu bukti pemerintah tidak belajar dari pengalaman.Hal itu diungkapkan Pengkampanye Hutan dan Kebun WALHI Uli Arta Siagian merespons tanaman singkong di lahan seluas 600 hektare di Gunung Mas, Desa Tewai Baru yang tidak terurus."Semua cerita food estate itu cerita kegagalan. Sekarang cerita kegagalan itu diulang lagi [di Kalteng]. Seperti tidak belajar dari pengalaman-pengalaman sebelumnya," kata Uli kepada CNNIndonesia.com, Rabu (31/8).Uli juga menyoroti program lumbung pangan itu yang banyak mengalih fungsi lahan. Ditambah, alih fungsi lahan itu tidak banyak mempertimbangkan karakteristik tanah.Uli berkata food estate di Kalimantan banyak dilakukan di lahan gambut. Padahal, tidak semua tanaman bisa di tanam di lahan tersebut, sehingga proyek food estate banyak menjadi gagal.Menurutnya, pemerintah lebih baik mempercayakan pengelolaan lahan kepada rakyat. Sebab, kata Uli, masyarakat setempat lebih tahu jenis tanaman apa yang cocok untuk ditanam."Jadi sebenarnya berikan saja ruang untuk masyarakat bisa aktivitas pertanian pangan dengan aman. Yang penting jangan mengambil itu dan mengubahnya menjadi konsesi ekstraktif lainnya seperti food estate," jelas dia.CNNIndonesia.com telah menghubungi Juru Bicara Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Dahnil Anzar Simanjuntak selaku perwakilan kementerian yang bersinggungan dengan proyek ambisius tersebut untuk meminta tanggapan terkait itu. Namun, yang bersangkutan sampai saat ini belum juga merespons.Sebelumnya, Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) mengkritik proyek ketahanan lumbung pangan nasional atau "food estate" yang dilakukan pemerintah.Deputi Bidang Perencanaan dan Evaluasi BRGM Satyawan Pubdyatmoko menilai biaya produksi untuk program food estate di lahan gambut terbilang mahal, tetapi keuntungannya sedikit."Ya, sebenarnya marginnya kecil," kata Satyawan di Kantor BRGM, Jakarta Pusat, Selasa (19/7).Hal itu ia ketahui dari kegiatan proyek percobaan (pilot project) yang dilakukan BRGM di Desa Talio Hulu, Kalimantan Tengah. Ia menyebutkan hasil food estate di lahan gambut lebih sedikit dibanding di lahan mineral.Padahal, dalam percobaan itu BRGM sudah melibatkan sejumlah ilmuwan. Selain itu, BRGM juga telah melakukan pembinaan terhadap warga setempat."Tapi seperti saya katakan, biayanya besar, produktivitasnya hanya 4 ton per hektare. Padahal kalau di tanah mineral itu bisa 7-8 ton. Kalau yang bagus mungkin bisa sampai 10 ton," ungkapnya.Sumber : CNN Indonesia