ONLINENASIONAL.COM, JAKARTA - Perang yang terjadi di Ukraina telah membuat lonjakan besar terhadap harga energi. Kondisi itu dianggap telah membuat para perusahaan minyak dan gas mengeruk keuntungan yang besar.
Berdasarkan hal itu, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyatakan bahwa perusahaan minyak dan gas akan dikenakan pajak khusus. Sebab menurutnya perusahaan tidak bermoral jika mengambil keuntungan dari krisis yang terjadi.
Invasi Rusia ke Ukraina pada Februari telah memperburuk pasokan minyak dan gas global. Selain itu mengganggu akses ke minyak dan gas dari Rusia selaku pemasok utama di Eropa. Sehingga mendorong harga lebih tinggi.
Sementara para konsumen rumah tangga bergulat dengan tagihan energi yang semakin mahal. Di sisi lain para perusahaan migas menuai keuntungan.
BP baru-baru ini melaporkan bahwa perusahaan tengah mengantongi laba terbesarnya dalam 14 tahun. Sementara laba Shell pada periode April-Juni mencapai rekor baru.
Empat perusahaan energi terbesar Exxon, Chevron, Shell, dan TotalEnergies memperoleh hampir US$ 51 miliar pada kuartal II-2022. Angka itu naik hampir dua kali lipat dari laba yang mereka hasilkan pada periode yang sama di tahun lalu.
"Ketamakan yang aneh ini menghukum orang-orang termiskin dan paling rentan, sambil menghancurkan satu-satunya rumah kita bersama," kata Guterres.
"Saya mendesak semua pemerintah untuk mengenakan pajak atas keuntungan yang berlebihan ini, dan menggunakan dana tersebut untuk mendukung orang-orang yang paling rentan melalui masa-masa sulit ini," katanya.
Bulan lalu, Inggris menyetujui 25% 'pajak tak terduga' pada perusahaan energi. Retribusi baru itu akan meningkatkan sekitar 25 miliar pound sterling pendapatan negara yang akan digunakan untuk membantu mengimbangi lonjakan harga energi.
Beberapa negara lain, seperti Italia, telah memberlakukan tindakan serupa. Tetapi anggota parlemen Prancis baru-baru ini menolak langkah seperti itu.
Frank Macchiarola, wakil presiden senior untuk kelompok lobi minyak dan gas American Petroleum Institute, mengatakan seruan untuk pajak rejeki nomplok itu salah arah.
"Para pembuat kebijakan harus fokus pada peningkatan pasokan energi dan pengurangan biaya bagi orang Amerika. Pemberlakuan pajak baru pada industri kita akan melakukan kebalikannya dan hanya menghambat investasi pada saat yang paling dibutuhkan," katanya.
Guterres memperingatkan bahwa harga energi yang tinggi akan memiliki konsekuensi yang luas, karena rumah tangga dan pemerintah di seluruh dunia tunduk di bawah tekanan.
"Banyak negara berkembang - tenggelam dalam utang, tanpa akses keuangan, dan berjuang untuk pulih dari pandemi Covid-19 - bisa melewati ambang batas," katanya.
Sumber : detik.com