Notification

×

Iklan

Iklan

Cermin Bansos Bermasalah di Kuburan Beras Depok

Tuesday 2 August 2022 | August 02, 2022 WIB Last Updated 2022-08-02T08:16:54Z

ONLINENASIONAL.COM, JAKARTA - Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah menilai temuan bantuan sosial (bansos) Presiden Jokowi berupa beras hingga 1 ton di Kota Depok merupakan potret buruk penyaluran bansos selama pandemi Covid-19.

Menurut Trubus, temuan itu hanya puncak dari fenomena gunung es terkait karut marut penanganan bansos selama pandemi. Dia bahkan meyakini kasus serupa juga terjadi di daerah-daerah lain.

"Ini kayak fenomena gunung es aja. Mudah-mudahan cuma satu, tapi mungkin juga ada tempat lain yang sama," kata Trubus kepada CNNIndonesia.com, Selasa (2/8).

Temuan beras bansos presiden kali pertama terungkap lewat akun Instagram update info Jakarta pada Minggu (31/7). Kadinsos Kota Depok Asloe'ah Madjri mengonfirmasi beras yang terkubur merupakan banpres atau bantuan sosial dari presiden untuk warga terdampak Covid-19.

PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir alias JNE selaku distributor mengklaim beras itu dikubur berdasar kesepakatan para pihak terkait karena tak lagi memenuhi standar mutu alias rusak.

"Terkait dengan pemberitaan temuan beras bansos di Depok, tidak ada pelanggaran yang dilakukan, karena sudah melalui proses standar operasional penanganan barang yang rusak sesuai dengan perjanjian kerja sama yang telah disepakati dari kedua belah pihak," kata Eri dalam keterangan tertulis, Minggu (31/7).

Kementerian Koordinator Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) mengatakan beras bansos Presiden yang dikubur itu sudah tak layak konsumsi karena rusak saat dalam perjalanan distribusi ke Keluarga Penerima Manfaat (KPM).

Beras tersebut berasal dari penyaluran Bansos Presiden Tahap 2 dan 4 Tahun 2020. Kala itu, Pemerintah membagikan Bantuan Presiden berupa beras 25 kilogram pada tahap 2 dan 4 untuk 1,9 juta KPM di wilayah Jabotabek.

Beras-beras itu disalurkan oleh Bulog melalui transporter JNE dengan kemasan 20 kilogram dan 5 kilogram.

Trubus menilai klaim pemerintah dan JNE bahwa beras yang dikubur karena rusak, alibi belaka. Menurut dia, penguburan beras bansos adalah potret buruk dari penanganan bansos selama ini.

Trubus terutama menyoroti lemahnya pengawasan di tingkat pusat hingga daerah dalam penyaluran bansos. Menurut dia, program bantuan sosial dari pemerintah, terutama selama pandemi Covid-19 minim pengawasan, evaluasi, hingga transparansi.


Trubus juga mengkritik pola koordinasi antara pusat daerah. Terlebih, penyaluran bansos mestinya juga melibatkan Satgas Pangan dari kepolisian.

"Sebenarnya ada dugaan kuat bahwa apa yang dilakukan penguburan ini, untuk menghilangkan bukti ini juga terjadi di tempat lain," kata dia.

Di sisi lain, Trubus juga sangsi terhadap keputusan untuk mengubur beras yang diklaim rusak. Ia curiga penguburan beras dilakukan hanya untuk menghilangkan bukti bahwa stok bantuan di gudang telah habis.

"Makin nyata bahwa ada persoalan, ketika ada barang rusak, kenapa tidak di gudang. Karena pas dicek enggak ada barang yang tersisa," katanya.

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia Zuliansyah mengkritik pola koordinasi antara tiga pihak yang bekerja sama dalam program penyaluran bansos tersebut. Zuliansyah terutama menyoroti pernyataan Kemensos selaku penanggung jawab program yang dianggap lepas tanggung jawab.
Program penyaluran bansos presiden dilakukan lewat kerja sama antara Kemensos, Bulog, dan JNE selaku distributor. Namun, Zuliansyah menilai Kemensos seolah lepas tanggung jawab dalam pola kerja sama tersebut.


Menurut dia, Kemensos mestinya tak bisa sepenuhnya lepas tanggung jawab terhadap pihak yang diajak kerja sama oleh Bulog. Sebab, hal itu berkaitan dengan kepastian bahwa bansos harus diterima oleh seluruh KPM.

"Apakah Kemensos cukup hanya bekerja sama dengan Bulog. Sisanya Bulog mau bekerja sama dengan siapa itu terserah. Apakah cuma sampai dia situ?" Katanya.

"Kalau iya, menurut saya itu sangat kendor dari sisi pengawasan. Karena tetap penanggung jawab bansos itu adalah Kemensos," tambah Zuliansyah.

Menurut dia, Kemensos mestinya menerima semua laporan terkait proses penyaluran bansos hingga diterima KPM. Sehingga, dalam kasus ini, Kemensos juga memberikan klarifikasi terkait kasus yang sebenarnya terjadi.

"Itu kan haarusnya dilakukan dalam rangka tata kelola penyaluran bansos. Terutama dari sisi evaluasi. Yang kalau saya melihat, kok itu nggak muncul penjelasan itu," kata Zuliansyah.

Hal yang sama juga disampaikan Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily meminta Mensos Tri Rismaharini tidak terkesan lepas tanggung jawab soal temuan bansos di Depok. Menurut dia, keberadaan bansos yang ditemukan terkubur di kawasan Kampung Serab tersebut harus dilihat secara kelembagaan.

Menurut Ace, Kemensos harus tetap menyelidiki temuan tersebut dan mengetahui secara pasti sosok yang menjabat sebagai mensos ketika peristiwa penguburan bansos itu terjadi.

"Bansos itu ya harus dilihat secara kelembagaan siapa yang memiliki kebijakannya," kata Ace kepada wartawan, Selama (1/8).

Sumber : CNN Indonesia

×
Berita Terbaru Update