ONLINENASIONAL.COM, JAKARTA - Indonesia mengantongi komitmen dari China untuk menambah impor crude palm oil (CPO) sebanyak satu juta ton. Negeri tirai bambu juga akan memprioritaskan impor produk pertanian dari Tanah Air.
Hal ini disampaikan oleh Perdana Menteri China (Premier) Li Keqiang dalam pertemuan dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Villa 5, Diaoyutai State Guesthouse, Beijing, Selasa (26/7) kemarin.Dalam kesempatan itu, Jokowi mengatakan China merupakan mitra strategis Indonesia. Menurutnya, kedua negara telah berhasil mengisi kemitraan tersebut dengan kerja sama yang saling menguntungkan."Dalam pertemuan dengan Premier Li saya berharap kami dapat membahas berbagai kerja kerja sama khususnya di bidang perdagangan, investasi, infrastruktur, keuangan, pendanaan, serta maritim," ucap Jokowi seperti dikutip dari keterangan resmi.Ia juga menyebut nilai perdagangan antara Indonesia dan China terus meningkat dan sudah melampaui US$100 miliar. Jokowi berharap kerja sama tersebut dapat terus ditingkatkan.Komitmen China untuk menambah impor CPO sebanyak satu juta ton menjadi angin segar bagi industri kelapa sawit dalam negeri. Pasalnya, Indonesia tengah getol-getolnya mengerek ekspor CPO.Bagaimana tidak, banyak petani mengeluhkan harga tandan buah segar (TBS) sawit yang anjlok ke bawah Rp1.000 per kg karena tangki-tangki CPO di pabrik penuh. Hal ini terjadi imbas pemerintah melarang ekspor CPO beberapa waktu lalu.Untuk mengatasi permasalahan itu, beragam upaya pun dilakukan pemerintah. Salah satunya menggratiskan pungutan ekspor untuk produk-produk berkaitan dengan CPO hingga 31 Agustus 2022. Pemerintah berharap hal ini bisa meningkatkan ekspor dan mengerek harga TBS di tingkat petani.
Nailul juga mengatakan setiap kesepakatan dagang pasti akan menghasilkan kesepakatan lainnya. Ia pun melihat hal ini pada komitmen tambahan impor CPO China dari Indonesia.Menurutnya, sudah pasti China akan meminta 'imbalan' yang mungkin malah menguntungkan mereka dibandingkan Indonesia.Ia kembali mengingatkan China selama ini memang menjadi pengimpor terbesar CPO dari Indonesia, sesuatu yang seharusnya sudah bisa dibiarkan saja menggunakan skema pasar. Namun, dalam hal ini ada campur tangan pemerintah yang patut dipertanyakan."Jika China menjanjikan impor CPO tambah satu juta ton, maka China meminta apa? There is no free lunch. Harusnya kerja sama dilakukan ke negara-negara yang mempunyai potensi lebih dalam permintaan CPO namun belum kita garap," imbuh Nailul.Ia menduga dari komitmen itu, impor barang dari China yang masuk ke Indonesia juga akan bertambah. Mengingat perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) juga sudah ditekan oleh negara ASEAN dan lima negara lainnya, termasuk China."Jadi kita harus hati-hati dengan perjanjian itu. Bisa saja kita 'mengemis' tapi mereka yang untung banyak," ujar Nailul.Sementara itu, Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menuturkan istilah 'mengemis' terlalu jauh. Sebab, China pun membutuhkan pasokan CPO dari Indonesia. Artinya, kedua negara ini sama-sama butuh.
Ia menyebut motif dari diplomasi dagang CPO ini memang hanya pemerintah yang tahu. Namun, Yusuf juga meyakini pemerintah menyadari kalau kebijakan melarang ekspor CPO yang diberlakukan beberapa bulan lalu berdampak petani sawit.Oleh karena itu, pemerintah seolah ingin menebusnya dengan upaya mengerek ekspor dan meningkatkan harga. Salah satunya diplomasi dagang CPO dengan China ini."Diperlukan kebijakan lain ataupun kebijakan yang berbeda untuk memastikan harga CPO terutama TBS itu bisa mengalami peningkatan, sehingga kesejahteraan petani sawit juga ikut terangkat," kata Yusuf.Ia pun mengamini bahwa China memang importir CPO terbesar dari Indonesia. Oleh karenanya, ketika mereka meningkatkan permintaan impor komoditas ini maka secara tidak langsung akan mengerek harga CPO."Hal ini kan dibutuhkan juga, kita tahu saat ini sebenarnya tren harga CPO tengah menurun karena permintaan yang relatif sedikit namun suplai dari CPO-nya cukup melimpah," sambung Yusuf.Lebih lanjut, Yusuf pun mengingatkan pemerintah juga jangan tutup mata mengenai pemenuhan kebutuhan CPO di dalam negeri. Pemerintah harus belajar dari pengalaman sebelumnya, ketika harga minyak goreng melambung imbas minimnya suplai CPO dalam negeri.Menurutnya, kebijakan mendorong ekspor CPO tidak serta-merta melenggangkan kebijakan pemerintah dalam, misalnya, menghapuskan kebijakan domestic market obligation (DMO)."Karena kebijakan (DMO) ini menurut saya penting terutama dalam mengontrol harga dan pasokan dari CPO untuk kebutuhan minyak goreng," pungkas Yusuf.
Sumber : CNN Indonesia