ONLINENASIONAL.COM, JAKARTA - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 38,18 poin atau 0,57 persen ke level 6.651 pada perdagangan akhir pekan lalu. Investor asing mencatat jual bersih atau net sell di seluruh pasar sebesar Rp57,21 miliar.
Dalam sepekan terakhir, indeks saham melemah sebanyak empat kali dan menguat satu kali. Secara total, performa indeks saham melemah 1,31 persen.Pelaksana Harian Sekretaris Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI) Yulianto Aji Sadono menyebut kapitalisasi pasar bursa menurun 0,88 persen, dari Rp8.850,228 triliun pada pekan sebelumnya menjadi Rp8.772,665 triliun.Hal yang sama terjadi pada rata-rata frekuensi harian bursa yang merosot 3,31 persen dari 1,039 juta transaksi menjadi 1,004 juta transaksi. Meski begitu, rata-rata volume transaksi harian bursa mampu naik tipis 0,06 persen dari 17.607 miliar saham menjadi 17.618 miliar saham."Perubahan 4,1 persen terjadi pada rata-rata nilai transaksi harian dari Rp10.837 triliun pada pekan sebelumnya menjadi Rp10.393 triliun pada pekan ini," terang Yulianto, seperti dikutip dari situs IDX, Jumat (15/7).Analis Teknikal MNC Sekuritas Herditya Wicaksana memprediksi IHSG akan cenderung terkoreksi. Ia memperkirakan indeks akan bergerak di rentang support 6.559 dan resistance 6.767 selama pekan ini.Menurutnya, pasar saham pekan depan akan dipengaruhi oleh tingginya inflasi di beberapa negara, khususnya di Amerika Serikat yang tingkat inflasinya mencapai 9,1 persen.Hal ini diperkirakan akan berdampak pada kebijakan moneter bank sentral AS alias the Fed yang semakin agresif menaikkan suku bunga."Dengan tingginya inflasi di berbagai negara, terutama negara maju, hal ini berdampak pada perlambatan ekonomi global dan munculnya ancaman resesi global," kata Herditya kepada CNNIndonesia.com.Selain itu, perang Rusia dan Ukraina dan kenaikan harga komoditas turut membuat investor semakin khawatir. Oleh karena itu, beberapa investor akan cenderung mengurangi porsi investasinya atau cash out pada instrumen yang berisiko.Sedangkan dari dalam negeri, IHSG akan dipengaruhi oleh meningkatnya kasus covid-19 harian meski sudah berubah menjadi endemi. Hal tersebut dapat membawa dampak negatif pada perekonomian Indonesia."Apabila hal tersebut (angka kasus covid-19) tidak dapat dikendalikan, maka dapat memperlambat kembali pertumbuhan ekonomi Indonesia," ujar Herditya.Dalam kondisi seperti ini, ia menyarankan investor untuk memilih emiten yang defensif atau berpeluang menguat dan berinvestasi jangka pendek terlebih dahulu. Secara khusus, ia merekomendasikan saham emiten-emiten sektor telekomunikasi, properti dan sektor perbankan."Untuk sektor kami memperkirakan dari telekomunikasi, properti dan perbankan dapat menjadi pilihan investasi jangka pendek, karena kami mencermati secara teknikal beberapa emiten berpeluang menguat," katanya.Pertama, ia merekomendasikan saham properti yaitu PT Tower Bersama Infrastructure Tbk atau TBIG yang ditutup menguat 1,34 persen ke posisi 3.020 pada pekan lalu. Herditya memprediksi TBIG dapat menyentuh posisi 3.100.Kedua, dari sektor telekomunikasi adalah PT XL Axiata Tbk atau EXCL yang ditutup menguat 1,75 persen ke posisi 2.320. Ia memprediksi EXCL dapat menyentuh posisi 2.400.Ketiga, untuk sektor perbankan, Herditya merekomendasikan PT Bank Syariah Indonesia Tbk atau BRIS yang ditutup menguat 2,46 persen ke posisi 1.455. Ia memprediksi saham emiten ini dapat menyentuh posisi 1.600.Terakhir, ada PT Bank Raya Indonesia Tbk atau AGRO yang ditutup menguat 5,71 persen ke posisi 740. Herditya memprediksi AGRO dapat menyentuh posisi 1.000 pekan ini.Tekanan Jual Tinggi
Sementara itu, Pengamat Pasar Modal Riska Afriani memproyeksikan selama sepekan ke depan, IHSG bergerak di rentang support 6.580 dan resistance 6.710.
Ia memperkirakan tekanan jual masih cukup tinggi setelah tren penurunan pekan lalu. Meski begitu, ia mengatakan masih ada kemungkinan indeks dapat melambung kembali pekan ini."Dalam satu bulan terakhir kita sudah turun 4,11 persen, saya melihat nanti ada technical rebound. Nah, technical rebound ini nanti akan berpotensi menguji level resistance di 6.710," kata Riska.Senada dengan Herditya, Riska menyebut sentimen global yang akan mempengaruhi pergerakan indeks adalah kekhawatiran investor terhadap inflasi AS yang mencapai 9 persen.Hal ini dapat memicu the Fed untuk menaikkan suku bunga lagi yang kemudian membuat investor asing melakukan penjualan saham dalam volume tinggi atau panic selling."Karena hal tersebut memberikan kekhawatiran terhadap pelaku pasar atas kembali meningkatnya suku bunga the Fed, jadi korelasinya kenaikan suku bunga the Fed membuat net sell asing pada IHSG kita meningkat," ujarnya.Terkait sentimen dalam negeri, ia menilai meningkatnya angka kasus covid-19 akan menyita perhatian pasar. Namun, sentimen tersebut hanya bersifat jangka pendek."Sekarang (kasus) covid sedang mulai meningkat lagi dan itu memang menjadi perhatian pasar juga, tapi saya bisa sampaikan juga bahwa sebenarnya peningkatan dari (kasus) covid-19 ini hanya menjadi sebagian kecil yang menjadi perhatian pelaku pasar," ujar Riska.Dalam keadaan seperti itu, ia mengatakan investor sebaiknya menunggu dan mencermati pergerakan indeks terlebih dahulu karena ada potensi penurunan lanjutan. Tapi investor juga bisa melakukan akumulasi beli secara perlahan untuk saham dari beberapa sektor tertentu.Pertama, ia merekomendasikan saham dari sektor industri dasar, khususnya farmasi. Karena peningkatan kasus covid-19 biasa diiringi dengan penguatan pada emiten sektor farmasi.Kemudian, ia menyarankan investor mengoleksi saham dari sektor perbankan yang sedang turun harga. Sehingga, sekarang merupakan saat yang tepat untuk investor melakukan akumulasi beli atau buy on weakness (BoW) untuk saham-saham perbankan pilihan."Perbankan memang salah satu sektor yang menarik karena penurunannya juga sudah cukup signifikan dan kita lihat saat ini masyarakat itu roda perekonomian kita juga berjalan dengan baik," kata Riska.Lalu, Riska menilai sektor pertambangan masih menjadi katalis positif dengan harga energi yang cenderung meningkat. Ada pula sektor properti yang sudah berangsur pulih setelah jatuh saat pandemi. Hal ini tercermin dari penjualan yang meningkat oleh sejumlah emiten properti di kuartal I 2022."Kita juga bisa lihat dari kinerja yang disampaikan perseroan melalui laporan keuangan bahwa sudah (kinerja sektor ini) terlihat membaik dan mereka cukup optimis di 2022 ini mereka akan kembali mencatat peningkatan yang signifikan," ujar Riska.Namun, ia tidak merekomendasikan emiten spesifik untuk sektor properti, hanyalah investor dapat memilih sendiri saham dari perusahaan properti yang mereka minati.Sejumlah saham yang direkomendasikan untuk dikoleksi mencakup PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BBRI yang ditutup menguat 1,23 persen ke posisi 4.110 pada pekan lalu.Kemudian, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BBNI, meskipun ditutup stagnan pada posisi 7.275 di pekan sebelumnya.Lalu, ia merekomendasikan emiten sektor pertambangan yakni PT Bukit Asam Tbk atau PTBA yang ditutup melemah 2,96 persen ke posisi 3.940 dan PT Adaro Energy Indonesia Tbk atau ADRO yang ditutup melemah 5,80 persen ke posisi 2.760.Dari sektor farmasi, Riska merekomendasikan PT Kalbe Farma Tbk atau KLBF yang ditutup melemah 2,33 persen ke posisi 1.680. Terakhir, PT Kimia Farma Tbk atau KAEF yang ditutup menguat 2,08 persen ke posisi 1.470. Sumber : CNN Indonesia