ONLINENASIONAL.COM, JAKARTA - Sadar kondisi ekonomi orang tuanya morat-marit, Suparlan memutuskan langsung bekerja di bengkel kayu jati begitu lulus dari SMP 1 Jepon - Blora pada 1994. Di sana ia belajar menggergaji, membubut, mengamplas, hingga mempelitur. Selama bertahun-tahun Suparlan melakoninya dengan tekun demi mengurangi beban orang tuanya yang cuma buruh tani.
Ketika merasa sudah menguasai semua tahap pekerjaan itu, dia mulai gelisah. Bila tetap cuma menjadi tukang, kehidupan dan kesejahteraan keluarganya akan jalan di tempat.Karena itu dia mulai menyisihkan gajinya agar bisa punya perkakas kerja sendiri. Pada 2001, Suparlan memberanikan diri membuka bengkel kecil di halaman rumah orang tuanya. Dia menerima order pembuatan perkakas dapur dari pemilik bengkel yang lebih besar.
"Modalnya Rp 5 juta pinjam dari Bank Jateng dengan jaminan BPKB Mocin (motor buatan China)," kata Suparlan saat ditemui detikcom, Minggu (17/7/2022) lalu.
Seiring waktu, dia bersama puluhan anak muda yang berprofesi sejenis mendapat bantuan dari Pemerintah Kabupaten Blora. Mereka ikut beberapa kali pelatihan secara gratis, bahkan mendapatkan bantuan modal dalam bentuk alat kerja.
Pada waktu berikutnya, Pemerintah Kabupaten Blora juga mengikutsertakan mereka ke pameran. Dari situ dia mendapatkan pelanggan tambahan dan pesanan. Suparlan juga mulai melibatkan kedua adiknya untuk membantu usahanya itu.
"Kalau sekarang sih ada 40 orang yang bekerja di sini, dua adik saya mengawasi bengkel dan gudang kayu dan produk jadi di lahan sebelah," kata Suparlan.
Sehari-hari dia mengawasi puluhan pekerja di bengkelnya nan luas di Jalan Raya Blora - Cepu, Km 11. Di halaman belakang bertumpuk ratusan gelondong kayu jati berdiamter besar. Juga kayu trembesi yang didatangkan dari Lampung dan Sumatera Selatan. Untuk yang berdiameter 40-60 cm dengan panjang 4-6 meter biasa dijadikan meja makan. Harga jualnya belasan juta rupiah untuk yang dari trembesi. "Kalau dari jati ya bisa di atas Rp 50 juta," kata berusia 44 tahun itu.
Produk kreasi bengkel Suparlan biasanya dibeli oleh para pengusaha dari Cirebon, Semarang, Jogja, Solo untuk dieskpor ke berbagai negara di Eropa. Setiap bulan rata-rata dia mengirim barang senilai Rp 200-300 juta. Pendapatan itu biasanya akan dipotong untuk gaji rutin pegawai Rp 100an juta per bulan di luar makan-minum dan obat-obatan anti rayap dan jamur.
Hal menarik dari ayah tiga anak itu adalah penampilannya yang sederhana. Dia juga tidak ngoyo untuk mengekspor langsung produknya ke luar negeri. Hingga saat ini Suparlan mengaku masih terus memperluas aset berupa tanah karena nilainya dipastikan akan terus naik.
"Saya itu baru punya rumah sendiri setelah 17 tahun tinggal bersama mertua kok," ujarnya diiringi tawa ngakak. Tapi sejak empat tahun terakhir, imbuhnya, dia sudah menempati rumah pribadi. Selain itu luas tanah yang menjadi asetnya sudah mencapai dua hektare yang terbagi ke dalam 12 sertifikat. Dalam hitungan kasar, total aset tanah berikut bengkel dan kayu-kayu di gudang lebih dari Rp 10 miliar. "Kalau utang Rp 1,3 miliar dengan bunga Rp 13,6 juta per bulan," ujarnya.
Dalam waktu dekat Suparlan berencana melengkapi bengkel dan gudangnya dengan ruang pamer (show room). Ia juga sengaja mengirim putri sulungnya untuk kuliah Manajemen Bisnis. "Kalau dia sudah lulus, saya akan ekspor langsung biar dibantu anak saya itu," ujarnya optimistis.
Sumber : detik.com
Produk kreasi bengkel Suparlan biasanya dibeli oleh para pengusaha dari Cirebon, Semarang, Jogja, Solo untuk dieskpor ke berbagai negara di Eropa. Setiap bulan rata-rata dia mengirim barang senilai Rp 200-300 juta. Pendapatan itu biasanya akan dipotong untuk gaji rutin pegawai Rp 100an juta per bulan di luar makan-minum dan obat-obatan anti rayap dan jamur.
Hal menarik dari ayah tiga anak itu adalah penampilannya yang sederhana. Dia juga tidak ngoyo untuk mengekspor langsung produknya ke luar negeri. Hingga saat ini Suparlan mengaku masih terus memperluas aset berupa tanah karena nilainya dipastikan akan terus naik.
"Saya itu baru punya rumah sendiri setelah 17 tahun tinggal bersama mertua kok," ujarnya diiringi tawa ngakak. Tapi sejak empat tahun terakhir, imbuhnya, dia sudah menempati rumah pribadi. Selain itu luas tanah yang menjadi asetnya sudah mencapai dua hektare yang terbagi ke dalam 12 sertifikat. Dalam hitungan kasar, total aset tanah berikut bengkel dan kayu-kayu di gudang lebih dari Rp 10 miliar. "Kalau utang Rp 1,3 miliar dengan bunga Rp 13,6 juta per bulan," ujarnya.
Dalam waktu dekat Suparlan berencana melengkapi bengkel dan gudangnya dengan ruang pamer (show room). Ia juga sengaja mengirim putri sulungnya untuk kuliah Manajemen Bisnis. "Kalau dia sudah lulus, saya akan ekspor langsung biar dibantu anak saya itu," ujarnya optimistis.
Sumber : detik.com