BANDUNG, ONLINENASIONAL.COM - Pengarajin tahu Cibuntu, Kota Bandung, Jawa Barat, yang tergabung dalam Paguyuban Pengrajin Tahu mengancam akan mogok produksi karena harga bahan pokok yaitu harga Kedelai naik.
Kenaikan itu terjadi pada landed price yang diperkirakan di kisaran Rp8.500 per kilogram dan di tingkat importir diperkirakan Rp9.300 per kilogram. Harga itu naik dibandingkan Desember 2021 yaitu pada landed price di Rp7.695 per kilo sedangkan di importir Rp8.378 per kilo.
Kenaikan itu berimbas pada produksi tahu yang berpotensi kuat membuat rugi.
"Untuk mogok mudah-mudahan bisa mengurangi harga kacang kedelai," ujar salah satu pengrajin tahu Cibuntu, Senin (14/2/2022).
Menurutnya, mogok masal direncanakan bakal dilakukan sejak 21 hingga 23 Februari 2022 dan sudah mengkoordinasikan kepada aparat.
"Dulu juga pas demo naik di angka Rp11 ribu. Selama setahun ini naik terus gak stabil," ujarnya.
Dia menambahkan, harga kacang kedelai saat ini Rp11.500 per kilogram sedangkan harga standar Rp8.000.
"Januari ini kemarin di Rp10.500 terus sampai Rp11.500 cuma saya sekarang belum update. Dampaknya produksi saya mengurangi. Produksi dikurangi karena nilai jual kurang karena saya harus menyesuaikan dengan harga," terangnya.
Akibat kenaikan itu, pihaknya menjual tahu dengan harga Rp53 ribu dengan konsekuensi dikomplain konsumen.
"Saya per hari 5 ton sekarang kurang. Tidak ada pengurangan (karyawan) cuma untuk kuantitas dikurangi," terangnya.
Diberitakan sebelumnya, Kementerian Perdagangan melaporkan kenaikan harga kedelai impor di Tanah Air seiring dengan tren harga global yang meningkat. Namun, Kemendag memastikan stok kedelai untuk perajin tahu dan tempe tetap memadai.
Berdasarkan data Chicago Board of Trade (CBOT), harga kedelai dunia pada minggu kedua Januari 2022 sekitar US$13,77 per bushel, atau setara dengan US$505 per ton, naik dari kondisi minggu pertama Januari 2022 yaitu US$13,15 per bushel atau setara US$483 per ton.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Oke Nurwan menjelaskan, kenaikan kedelai akibat dampak cuaca ekstrem di negara produsen kedelai, seperti Argentina dan Brasil. Selain itu, terdapat pembelian dalam skala besar (rush buying) dari Amerika Serikat dan China setelah badai Ida berakhir.
“Kami berharap kondisi peningkatan harga kedelai karena dampak cuaca ekstrem ini tidak berlangsung lama. Hal tersebut mengingat adanya potensi kenaikan produksi kedelai dunia dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya,” kata Oke melalui siaran persnya. ***