CIREBON - Kabar soal adanya rencana pembentukan Provinsi Cirebon yang dipersiapkan oleh P3C dan KP3C haruslah ditangkap sebagai sesuatu yang wajar dan lumrah terjadi di era pasca reformasi. Demikian ungkap Ketua Dewan Kesenian Cirebon Kota (DKCIKO), Akbarudin Sucipto.
Menurut Akbar, sapaan akrab Budayawan Cirebon itu, semua pihak yang setujupun harus saling bersinergi, proporsional dan lebih mengedepankan kepentingan yang terbaik baik bagi masyarakat.
"Bagi para pihak yang tidak setujupun diharapkan tetap bisa menghormati perbedaan yang ada," ujarnya kepada Infoka, Kamis (30/9).
Akbar menambahkan, Pemerintah Provinsi Jabarpun jangan sampai 'pundung' hanya karena gara-gara Cirebon mau jadi Provinsi. Pembangunan di Cirebon, Majalengka, Indramayu dan Kuningan (Ciayumajakuning) jangan sampai berhenti hanya pada alun-alunnya saja.
"Banyak sektor di Ciayumajakuning ini yang harus digenjot pembangunannya oleh Provinsi, sebagai bukti serta pengakuan bahwa Cirebon, Pantura dan Ciayumajakuning ini masih menjadi bagian wilayah Provinsi Jawa Barat," terangnya.
Kemudian Cirebon Raya atau Jawa Barat, Akbar menjelaskan, munculnya ide dan gagasan lahirnya Provinsi Cirebon jika dilihat latar belakangnya memang sangat kompleks dan rumit, baik yang bersifat struktural maupun kultural. Sebut saja misalnya wacana rencana perubahan nama Provinsi Jawa Barat menjadi Pasundan, tentu ini sangat menohok masyarakat di Wilayah Cirebon, khususnya Ciayumajakuning.
"Jadi bisa saja nanti nama provinsi yang baru tersebut sebagai representasi masyarakatnya berbasis etnisitas dan kultural akan bernama Cirebon Raya atau kembali menggunakan nama Jawa Barat ketika Provinsi Jawa Baratnya berubah menjadi Provinsi Pasundan," pungkasnya. (Rls)